Manusia adalah makhluk
individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia memiliki
karakter yang unik, yang berbeda satu dengan yang lain (bahkan kalaupun
merupakan hasil cloning), dengan fikiran dan kehendaknya yang bebas. Dan
sebagai makhluk sosial ia membutuhkan manusia lain, membutuhkan sebuah kelompok
– dalam bentuknya yang minimal – yang mengakui keberadaannya, dan dalam
bentuknya yang maksimal – kelompok di mana dia dapat bergantung kepadanya
Manusia membutuhkan
kebersamaan dalam kehidupannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia
beraneka ragam dan berbeda-beda tingkat sosialnya. Ada yang kuat, ada yang
lemah, ada yang kaya, ada yang miskin, dan seterusnya. Demikian pula Allah
Subhanahu wa Ta’ala ciptakan manusia dengan keahlian dan Kepandaian yang
berbeda-bedapula
Manusia adalah makhluk
sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan
kebersamaan dalam kehidupannya. Semua itu adalah dalam
rangkasaling memberi dan saling mengambil manfaat. Orang kaya tidak dapat hidup tanpa
orang miskin yang menjadi pembantunya, pegawainya, sopirnya, dan seterusnya.
Demikian pula orang miskin tidak dapat hidup tanpa orang kaya yang
mempekerjakan dan mengupahnya. Demikianlah seterusnya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
أَهُمْ
يَقْسِمُوْنَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ
لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا
يَجْمَعُوْنَ
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu?
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan
dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.
Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Az-Zukhruf: 32)
Kebutuhan untuk
berkelompok ini merupakan naluri yang alamiah, sehingga kemudian muncullah
ikatan-ikatan – bahkan pada manusia purba sekalipun. Kita mengenal adanya
ikatan keluarga, ikatan kesukuan, dan pada manusia modern adanya ikatan
profesi, ikatan negara, ikatan bangsa, hingga ikatan peradaban dan ikatan
agama. Dalam kaitannya dengan hal ini, Allah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya
orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (Al
Hujurat:10)
Juga di dalam sebuah
hadits dari Ibnu Umar ra yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw
bersabda:
Artinya: “Orang muslim itu
saudara bagi orang muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya dan tidak pula
membiarkannya dizalimi.“
Dari dalil naqli di atas, kita dapat
menyimpulkan bahwa sesama muslim dan juga sesama mu’min adalah bersaudara, di
mana tentunya kesadaran terhadap hal ini akan memberikan konsekuensi
berikutnya.
Penyebutan secara eksplisit adanya persaudaraan
antar sesama muslim (dan mu’min) di dalam Al Qur’an dan Hadits menunjukkan
bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan oleh kaum
muslimin.
Dari sini kita dapat mengambil pelajaran bahwa
sebuah komunitas (bisa berbentuk negara) hanya akan eksis dengan adanya
kesatuan dan dukungan elemen-elemennya. Sedang kesatuan dan
dukungan ini tidak akan lahir tanpa adanya rasa saling bersaudara dan
mencintai. Namun persaudaraan inipun perlu didahului oleh suatu faktor
pemersatu, berupa ideologi atau aqidah[.
Dalam rangka menjalin
hubungan sosial dalam maknanya yang umum – ada beberapa tahapan konseptual yang
perlu diperhatikan. Secara garis
besar tahapan tersebut dapat dibagi menjadi:
- Ta’aruf
Ta’aruf dapat diartikan
sebagai saling mengenal. Dalam rangka
mewujudkannya, kita perlu mengenal orang lain, baik fisiknya, pemikiran, emosi
dan kejiwaannya. Dengan mengenali karakter-karakter tersebut,
Dalam Surat Al Hujurat,
Allah berfirman:
Artinya: “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al Hujurat:13)
Ta’aruf ini perlu kita
lakukan dari lingkungan yang terdekat dengan kita. Dengan keluarga, dengan
lingkungan sekolah atau tempat bekerja, hingga berta’aruf dalam komunitas yang
lebih luas,
Di era sekarang ini hal
ini sudah hampir tidak diperhatikan apalagi masalah ta’aruf, diwilayah
perkotaan, oran-orang sibuk memikirkan kepentingannya peribadi dan tidak
memperdulikan lingkungan sekitarnya seperti yang bisa lihat di daerah perumahan
(real estate) semua hidup dengan serba individulaistik.
- Tafahum
Pada tahap tafahum saling
memahami), kita tidak sekedar mengenal saudara kita, tapi terlebih kita
berusaha untuk memahaminya. Sebagai contoh jika kita telah mengetahui tabiat
seorang rekan yang biasa berbicara dengan nada keras, tentu kita akan
memahaminya dan tidak menjadikan kita lekas tersinggung. Juga apabila kita
mengetahui tabiat rekan lain yang sensitif, tentu kita akan memahaminya dengan
kehati-hatian kita dalam bergaul dengannya.
Perlu diperhatikan bahwa tafahum ini merupakan
aktivitas dua arah. Jadi jangan sampai kita terus memposisikan diri ingin
difahami orang tanpa berusaha untuk juga memahami orang lain.
2.
2. Ta’awun
Ta’awun atau tolong-menolong merupakan
aktivitas yang sebenarnya secara naluriah sering (ingin) kita lakukan. Manusia
normal umumnya telah dianugerahi oleh perasaan ‘iba’ dan keinginan untuk
menolong sesamanya yang menderita kesulitan – sesuai dengan kemampuannya. Hanya saja derajat keinginan ini berbeda-beda untuk tiap individu.
Dalam surat Al Maidah,
Allah berfirman:
Artinya: “Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al Maaidah:2)
Dalam hadits:
Artinya: “Dan Allah akan
selalu siap menolong seorang hamba selama hamba itu selalu siap menolong
saudaranya.”
Juga dalam hadits Ibnu
Umar di atas (“al muslimu akhul muslimi …”), seterusnya disebutkan bahwa siapa
yang memperhatikan kepentingan saudaranya itu maka Allah memperhatikan
kepentingannya, dan siapa yang melapangkan satu kesulitan terhadap sesama
muslim maka Allah akan melapangkan satu dari beberapa kesulitannya nanti pada
hari qiyamat, dan barangsiapa yang meneyembunyikan rahasia seorang muslim maka
Allah menyembunyikan rahasianya nanti pada hari qiyamat.
Dalil naqli di atas
memberi encouragement bahkan perintah kepada orang beriman untuk
tolong-menolong, yang dibatasi hanya dalam masalah kebajikan dan taqwa. Bentuk
tolong-menolong ini bisa dilakukan dengan saling mendo’akan, saling
menasihati, juga saling membantu dalam bentuk amal perbuatan.
Dalam hal ini kita perlu
memperhatikan hadits shahih dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw
bersabda:
Artinya: “Tolonglah
saudaramu yang berbuat zalim atau yang dizalimi.” Aku bertanya, “Ya Rasulullah,
menolong orang yang dizalimi dapatlah aku mengerti. Namun, bagaimana dengan
menolong orang yang berbuat zalim?” Rasulullah menjawab, “Kamu cegah dia agar
tidak berbuat aniaya, maka itulah pertolonganmu untuknya.”
Jadi kita seharusnya
berterima kasih jika ada yang menegur kita, bahkan mencegah kita dengan
kekuatan manakala kita sedang berbuat kesalahan.
3.
3. Takaful
Takaful ini akan melahirkan perasaan senasib
dan sepenanggungan. Di mana rasa susah dan sedih saudara kita dapat kita
rasakan, sehingga dengan serta merta kita memberikan pertolongan. Dalam sebuah
hadits Rasulullah memberikan perumpamaan yang menarik tentang hal ini, yaitu
dengan mengibaratkan orang beriman – yang bersaudara – sebagai satu tubuh.
Dalam hadits:
Artinya: “Perumpamaan orang-orang beriman di
dalam kecintaan, kasih sayang, dan hubungan kekerabatan mereka adalah bagaikan
tubuh. Bila salah satu anggotanya mengaduh sakit maka sekujur tubuhnya akan
merasakan demam dan tidak bisa tidur.”
Unsur pokok di dalam
bersosial adalah mahabbah (kecintaan), yang terbagi dalam beberapa tingkatan:
- Tingkatan terendah adalah salamus shadr (bersihnya jiwa) dari perasaan hasud, membenci, dengki dan sebab-sebab permusuhan/pertengkaran. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, Rasulullah saw bersabda bahwa tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya selama tiga hari, yang apabila saling bertemu maka ia berpaling, dan yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai dengan ucapan salam. Juga dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah saw bersabda bahwa ada tiga orang yang shalatnya tidak diangkat di atas kepala sejengkal pun, yaitu seorang yang mengimami suatu kaum sedangkan kaum itu membencinya, wanita yang diam semalam suntuk sedang suaminya marah kepadanya, dan dua saudara yang memutus hubungan di antara keduanya.
- Tingkatan berikutnya adalah cinta. Di mana seorang muslim diharapkan mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri, seperti dalam hadits: “Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.” (HR muttafaq alaihi)
- Tingkatan yang tertinggi adalah itsar, yaitu mendahulukan kepentingan saudaranya atas dirinya dalam segala sesuatu yang ia cintai, sesuatu yang untuk zaman sekarang sering baru mencapai tahap wacana. Patut kita renungkan kisah sahabat nabi dalam sebuah peperangan, di mana dalam keadaan sekarat dan kehausan dia masih mendahulukan saudaranya yang lain untuk menerima air[.
Aktivitas-aktivitas sosial yang memang
merupakan seruan Islam harus dilaksanakan supaya kohevitas social terjaga
diantaranya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut;
1. Silaturahim
Islam menganjurkan silaturahim antar anggota
keluarga baik yang dekat maupun yang jauh, apakah mahram ataupun bukan. Apalagi
terhadap kedua orang tua. Islam bahkan mengkatagorikan tindak “pemutusan
hubungan silaturahim” adalah dalam dosa-dosa besar.
“Tidak masuk surga orang
yang memutuskan hubungan silaturahim” (HR. Bukhari, Muslim)
2. Memuliakan tamu
Tamu dalam Islam mempunyai
kedudukan yang amat terhormat. Dan menghormati tamu termasuk dalam indikasi
orang beriman.
“…Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. Bukhari,
Muslim)
3. Menghormati tetangga
Hal ini juga merupakan
indikator apakah seseorang itu beriman atau belum.
“…Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya” (HR. Bukhari, Muslim)
Apa saja yang bisa
dilakukan untuk memuliakan tetangga, diantaranya:
- Menjaga hak-hak tetangga
- Tidak mengganggu
tetangga
- Berbuat baik dan
menghormatinya
- Mendengarkan mereka
- Menda’wahi mereka dan
mendo’akannya, dst.
Rasulullah SAW, sering
menziarahi para sahabatnya. Beliau pernah menziarahi Qois bin Saad bin Ubaidah
di rumahnya dan mendoakan: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat-Mu serta rahmat-Mu
buat keluarga Saad bin Ubadah”. Beliau juga berziarah kepada Abdullah bin Zaid
bin Ashim, Jabir bin Abdullah juga sahabat-sahabat lainnya. Ini menunjukkan
betapa ziarah memiliki nilai positif dalam mengharmoniskan hidup bermasyarakat.
“Abu Hurairah RA. Berkata:
Bersabda Nabi SAW: Ada seorang berziyarah pada temannya di suatu dusun, maka
Allah menyuruh seorang malaikat (dengan rupa manusia) menghadang di tengah
jalannya, dan ketika bertemu, Malaikat bertanya; hendak kemana engkau? Jawabnya; Saya akan pergi berziyarah kepada seorang teman karena Allah, di
dusun itu. Maka ditanya; Apakah kau merasa berhutang budi padanya atau membalas
budi kebaikannya? Jawabnya; Tidak, hanya semata-mata kasih sayang kepadanya
karena Allah. Berkata Malaikat; Saya utusan Allah kepadamu, bahwa Allah kasih
kepadamu sebagaimana kau kasih kepada kawanmu itu karena Allah” (HR. Muslim).
6 Peduli dengan aktivitas
sosial.
Orang yang peduli dengan
aktivitas orang di sekitarnya, serta sabar menghadapi resiko yang mungkin akan
dihadapinya, seperti cemoohan, cercaan, serta sikap apatis masyarakat, adalah
lebih daripada orang yang pada asalnya sudah enggan untuk berhadapan dengan
resiko yang mungkin menghadang, sehingga ia memilih untuk mengisolir diri dan
tidak menampakkan wajahnya di muka khalayak.
“Seorang mukmin yang
bergaul dengan orang lain dan sabar dengan gangguan mereka lebih baik dari
mukmin yang tidak mau bergaul serta tidak sabar dengan gangguan mereka” (HR.
Ibnu Majah, Tirmidzi, dan Ahmad).
7. Memberi bantuan sosial.
Orang-orang lemah mendapat
perhatian yang cukup tinggi dalam ajaran Islam. Kita diperintahkan untuk
mengentaskannya. Bahkan orang yang tidak terbetik hatinya untuk menolong
golongan lemah, atau mendorong orang lain untuk melakukan amal yang mulia ini
dikatakan sebagai orang yang mendustakan agama.
“Tahukah kamu orang yang
mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak
menganjurkan memberi makan orang miskin” (Al Maa’un: 1-3).
Dari uraian-uraian di atas
jelaslah bahwa Islam menuntut ummatnya untuk menerapkan perilaku-perilaku
kebaikan sosial. Untuk lebih luas lagi dapat dikatakan bahwa wujud nyata atau
buah dari seorang mu’min yang rukuk, sujud, dan ibadah kepada Allah SWT adalah
dengan melakukan aktivitas kebaikan. Seorang yang menyatakan diri beriman
hendaknya senantiasa menyuguhkan, menyajikan kebaikan-kebaikan di tengah
masyarakat. Jika setiap orang yang beriman rajin melakukan hal ini, maka
tatanan sosial yang di cita-citakan oleh ilmuan-ilmuan sosial akan terujud.
Manusia harus manjalin
tiga hubungan yang harmonis dengan tiga elimen didunia ini, diantaranya dengan
tuhannya, manusia, dan alam. Alam akan terperlihara ketika manusia sadar bahwa
dia membutuhkan alam untuk keberlangsungan hidupnya, terjadi ekploitasi terhadap
alam dikarenakan manusia tidak beriman kepada tuhannya, padahal tuhan
memberikan anugrah alam ini untuk di urus oleh manusia supaya seimbang dan
tidak menimbulkan malapetaka bagi manusia sendiri, seperti dalah hadits nabi
saw;
حد ثنا ابو بكر
بن ابى شيبة ومسدد المعنى قالا حد ثنا سفيان عن عمرو عن ابى قا بوس مولى لعبد الله
بن عمرو عن عبد الله بن عمرو يبلغ به النبي صلى الله عليه وسلم الراحمون يرحموهم
الرحمن ارحموا اءهل الرض يرحمكم من فى السماء
Artinya :
Mengajarkan kepada kita
abu bakar Ibn Abi syaibah dan musaddad al-ma’na berkata Abu Bakar telah
mengajarkan Sufyan dari Umar bin Qabus Maula Lingabdillah dari Abdullah bin
Umar sampai Abu Bakar kepada Nabi SAW; Yang merohmat kamu sekalian akan
merahmat kamu yaitu allah swt, harus saling menyayangi terhadap ahli
bumi maka akan merahmat kepada kamu dzat yang ada dilangit
Dalam kata “ ارحموا” menyatakan bahwa kita harus menyayangi terhadap segala apa
yang ada dimuka bumi ini, baik terhadap manuisa, hewan, tumbuhan , dan
lain-lain yang dikatergarikan sebagai makhluk yang ada dimuka bumi ini.
Manusia mengekplotasi alam
sekitarnya maka dia sesungguhnya telah berbuat dholim pada dirinya dan tidak
menyayangi terhadap alam, contoh, banjir yang melanda banyak daerah di
Indonesia, karena manusia telah mengekplotasi alam dengan menebang pohon yang
tidak memperhatikan keseimbangan alam dalam artian manusia tidak memakai etika
tetang tata cara pemakaian sumberdaya alam.
Untuk menciptakan tatanan
social yang tentram dan yaman bagi semuanya manusia dituntuk untuk menjaga
lisan, tangan, darah dan hartanya seperti hadis rasullah
حد ثنا قتيبة حد
ثنا الليث عن ابن عجلان القعقاع بن حكيم عن ابي صالح عن ابى هريرة قال قال رسول
الله عليه وسلم المسلمو من سلم المسلمون من لسنانه ويده والمؤمن من امنه الناس على
دمائهم واموالهم
Artinya : telah
menagajarkan Kutaibah telah mengajarkan al-Laitsu dari ibnu A’jlan dari Qa’qa’i
bin Hakim dari Abi Sholih dari Abi Khurairah berkata Abu Khurairah berkata nabi
saw; yang disebut orang muslim adalah orang yagn bisa menjaga lisan dan
tangannya dan yang disebut orang mu’min adalah orang yang menjaga darah-darah
manusia dan harta-hartanya
حدثنا عبدالرحمن
حدثنا شعبة عن سعيد بن ابي بردة عن ابيه عن جده انرسول الله صلى الله عليه وسلم
قال على كل مسلم صدقة قال افرايت ان لم يجد قال يعمل بيده فينفع نفسه وتصدق قال
افرايت ان لم يستطع ان يفعل قال يعن ذا الحاجة الملهوف قال افرايت ان لم يفعل قال
ياء مر بلاخير او بالعدل افرايت ان لم يستطع ان يفعل قال يمسك عن الشر فانه له صد
قة
Artinya : mengajrakan
Abdurrahman mengajarkan Syu’bah dari Sya’id bin abi Burdah dari ayahnya dari
kakekeknya bahwasannya Rasulallah saw berkata; setiap orang muslim
itu sodaqah, berbicara rasul apakah kamu tidak tahu kalau tidak menjumpai, maka
berkata rasul beramal dengan tangan mencari manfaat terhadap dirinya
sadaqah , apa kamu tidak mengetahui jikau tidak mapu untuk mengerjakannya
maka rasul berkata tentukan kebutuhan yang dianiyaya, berkata rasul apa kamu
tidak mengetahui kalau tidak mengerjakan itu berkata rasul, memerintah
terhadap kebaikan atau terhadap keadilan, jikalau tidak mampu untuk
mengerjakannya maka berhentilah kamu dari berbuat kejelekan maka itu sudah
merupakan sadaqah buat kamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar